Meneropong Sejarah Islam di Sulawesi Selatan Melalui Masjid Tua Katangka

2 December 2019
Meneropong Sejarah Islam di Sulawesi Selatan Melalui Masjid Tua Katangka

Sulawesi Selatan memiliki salah satu tempat ibadah bersejarah yang menjadi saksi bisu masuknya Islam ke provinsi ini. Tempat tersebut adalah Masjid Al-Hilal atau yang lebih dikenal dengan Masjid Tua Katangka. Dinamakan demikian karena letak masjid ini berada Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Selain itu, material bangunan masjid ini berasal dari pohon katangka.

Dahulunya masjid ini difungsikan sebagai tempat shalat raja dan pengawalnya. Namun begitu, sejumlah saudagar Muslim dari Melayu, India, dan Arab juga pernah beribadah di dalamnya. Tidak ada yang tahu pasti kapan tepatnya masjid ini dibangun. Ada yang menyebutkan Masjid Katangka dibangun pada tahun 1603, yakni pada masa pemerintahan Sultan Alauddin. Akan tetapi, sebagian ahli sejarah meyakini masjid ini didirikan pada awal abad ke-18.

Masjid Katangka berdiri di atas lahan seluas 150 meter persegi dengan bentuk bujur sangkar. Di dalamnya terdapat ruang shalat yang berukuran 12×12 meter. Arsitektur bangunan di tempat ini terdiri dari beberapa perpaduan kebudayaan. Dengan model satu kubah dan atap dua lapis, masjid ini mendapatkan pengaruh kuat dari kebudayaan Jawa dan lokal. Desain atap dua lapis merupakan perwakilan makna akan dua kalimat syahadat.

Terdapat empat tiang di dalamnya yang melambangkan empat sahabat Rasulullah Shalallahualaihi Wassallam. Model empat tiang sangat mirip dengan saka guru dari rumah joglo, yakni sebuah elemen dasar arsitektur Jawa untuk menopang keseluruhan atap bangunan. Apabila menengok bagian mimbarnya, tampak jelas terdapat pengaruh budaya Tiongkok yang sangat kental. Di sekitar mimbar terpasang sejumlah keramik yang disebut-sebut dibawa langsung dari negeri China.

Tampak pada sisi kanan kiri mimbar terpancang dua buah tombak bermata tiga. Menurut kisahnya, dahulu khatib yang akan melakukan khotbah Jumat biasanya akan dikawal oleh dua pengawal yang membawa pedang. Desain masjid ini juga sarat akan makna filosofi, seperti enam jendela yang sesuai dengan jumlah rukun iman, serta lima pintu yang mewakili rukun Islam. Sebelum menuju ruang utama, terdapat sebuah ruang peralihan yang dahulunya digunakan untuk istirahat usai ibadah oleh para ulama.

Masjid Katangka terhitung pernah mengalami renovasi sebanyak enam kali, yakni pada tahun 1816 pada masa pemerintahan Raja Gowa XXX (Sultan Abd Rauf), lalu pada tahun 1884 atas perintah Raja Gowa XXXII (Sultan Abd Kadir). Seterusnya renovasi kemudian dilakukan oleh Gubernur Sulsel pada tahun 1963, yang dilanjutkan oleh Kanwil Dikbud Sulsel pada 1971, Swaka Sejarah dan Purbakala Sulsel di tahun 1980, dan terakhir pada 2007 lalu.

Tembok di masjid ini memiliki ketebalan yang mencapai hingga 120 cm, karena pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan pada masa penjajahan Belanda. Masjid Katangka kini telah ditetapkan sebagai situs sejarah sebagai saksi bisu penyebaran Islam di Nusantara. (AS)


Topic : Wisata Religi
Tags : , , ,

Artikel Lainnya